Tuesday, September 26, 2017

TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN TERHADAP PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI JAWA TENGAH

Peran Dunia Usaha



Hay sobat blog nangkis yang setia... kali ini saya akan membahas mengenai peran-peran dunia usaha dalam menanggulangi kemiskinan. Seperti apa yang kita bahas pada postingan sebelumnya bahwa upaya penurunan angka kemiskinan tidak hanya tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi semua orang termasuk dunia usaha.

Peran dunia usaha sangat diperlukan bagi Pemerintah Daerah dalam menggarap project yang tidak bisa didanai dengan APBD atau APBN. Melalui Corporate Sosial Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP)  yang telah bersinergi dengan Program Pemerintah Daerah melalui forum CSR atau forum TJSLP diharapkan mampu mengatasi persoalan kemiskinan di Jawa Tengah.

Permasalahan yang sering dihadapi oleh dunia usaha dalam program CSR

  • Kurang responsivenya peran pemerintah dalam merangkul dunia usaha.
  • Kurangnya informasi berkaitan dengan Program/Kegiatan Pemerintah yang bisa dimasuki oleh dunia usaha.
  • Perlu adanya payung hukum berkaitan dengan program CSR.
  • Sulit mendapatkan data mengenai sasaran yang akan diintervensi.
  • 1 Project dikerjakan oleh banyak perusahaan atau tumpang tindih.
  • Perlu adanya regulasi yang jelas agar Program CSR menjadi satu pintu.
Dari persoalan diatas maka dibentuklah Pergub No. 2 dan Pergub No. 39 tahun 2017 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan sebagai payung hukum dunia usaha untuk program CSR-nya.

Pergub No. 2 Tahun 2017

Peraturan Gubernur No. 39 Tahun 2017 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan diselenggarakan berdasarkan asas :
  1. Kesetiakawanan.
  2. Keadilan.
  3. Kemanfaatan.
  4. Keterpaduan.
  5. Kemitraan.
  6. Keterbukaan.
  7. Akuntabilitas.
  8. Partisipasi.
  9. Profesionalitas.
  10. Berwawasan lingkungan.
  11. Keberlanjutan.
Pergub tersebut dimaksudkan untuk :
  1. Meningkatkan kesadaran Perusahaan terhadap pelaksanaan TJSLP di wilayah Daerah.
  2. Memenuhi perkembangan kebutuhan hukum dan masyarakat mengenai TJSLP
  3. Menguatkan peraturan TJSLP yang telah diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan bidang kegiatan usaha Perusahaan yang bersangkutan.
  4. Memberikan arahan kepada Perusahaan atas pelaksanaan program TJSLP agar sesuai dengan Program Pembangunan Daerah yang berkelanjutan.
Tujuan Pergub No. 2 Tahun 2017
  1. Mewujudkan kepastian hukum bagi perusahaan dalam pelaksanaan TJSLP.
  2. Terarah dan terintegrasi penyelenggaraan TJSLP antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupate/Kota dan Perusahaan.
  3. Meningkatkan kualitas kehidupan dan kelestarian lingkungan yang bermanfaat bagi Perusahaan, Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait dengan operasional Perusahaan diseluruh wilayah Daerah.
  4. Terjalinnya hubungan baik Perusahaan dengan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta masyarakat.

Pergub No. 39 Tahun 2017

Peraturan Gubernur ini dimaksudkan untuk sebagai pedoman untuk memberikan arahan dalam pelaksanaan Program TJSLP di Provinsi Jawa Tengah.

Peraturan Gubernur ini bertujuan untuk :
  1. Mewujudkan harmonisasi dan sinergitas antara pelaksanaan program TJSLP dengan program pembangunan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
  2. Terwujudnya sinkronisasi dan peningkatan kerjasama pembangunan antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota dengan Perusahaan.
  3. Terarahnya penyelenggaraan program TJSLP di Daerah.
  4. Terwujudnya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi Program TJSLP di Daerah.
  5. Menjadi acuan Pemerintah Dareah dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memberikan apresiasi kepada Perusahaan yang melaksanakan program TJSLP secara baik dan berkelanjutan.
Perlu diingat sob, kegiatan CSR jangan sampai menjadi 

Candu

CSR yang sebelumnya dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat, malah hanya menciptakan ketergantungan masyarakat sebagai penerima program;

Sandera

CSR yang tadinya merupakan wujud kepedulian sosial perusahaan kepada masyarakat, bergeser menjadi strategi masyarakat untuk menyandera perusahaan dan menjadikannya ”sapi perahan”.

Racun

CSR yang tadinya untuk membangun citra perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berubah menjadi racun yang bukan saja merusak reputasi perusahaan. Melainkan pula menghancurkan modal sosial, kearifan lokal dan kemandirian masyarakat.

Intinya, Program/Kegiatan dari pemerintah, dunia usaha, maupun stakeholder lain lebih berfokus pada pemberdayaan, sehingga masyarakat penerima manfaat tidak menjadi Candu, Sandera, dan Racun.

Nah, begitulan secuil penjelasan saya berkaitan dengan dunia usaha dalam upaya pengentasan kemiskinan, masih banyak hal yang perlu kita pelajari bersama disini...

Ok, segitu dulu ya sob...

Terima kasih.

Monday, September 25, 2017

PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN JAWA TENGAH

Capaian Kemiskinan di Jawa Tengah

Hai sahabat bloger nangkis yang setia..... Ehm, kali ini saya mau membahas tingkat kemiskinan di Jawa Tengah nih, seperti apa sih sebenarnya kemiskinan di Jawa Tengah ini, dan bagaimana progress penurunan setiap tahunnya ya? yuk kita bahas bersama....

Sumber : BRS, BPS 2017 dioalah
Pada periode Maret 2017, Jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah adalah 4,45 juta orang atau 13,01%. Capaian penurunan angka kemiskinan pada periode Maret 2017 lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan periode September 2016 jumlah penduduk miskin berkurang sejumlah 43,03 ribu orang.
Penurunan kemiskinan di Jawa Tengah pada periode yang sama atau y-o-y yaitu Maret 2016 (13,27%) - Maret 2017 (13,01), Jawa tengah mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 0,26%.

Perkembangan tingkat kemiskinan di Perkotaan dan Perdesaan.

Sumber : BRS; BPS 2017
Menurut daerah tempat tinggal, kemiskinan masih cenderung tinggi di Perdesaan, yaitu 14,77% atau sejumlah 2.561,63 ribu orang dibandingkan dengan perkotaan yaitu 11,21% atau sejumlah 1.889,09 ribu orang. Meskipun demikian penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan meningkat dari 2.614,20 ribu orang menjadi 2.561,63 ribu orang atau turun sebanyak 52,57 ribu orang dibandingkan dengan perkotaan yang naik sebesar 9,54 ribu orang.

Komoditi Penyumbang Besar Terhadap Kemiskinan. 

Sumber : BPS 2017, diolah.

Dalam menentukan garis kemiskinan, BPS membagi dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). 
  • Garis Kemiskinan Makanan disetarakan dengan 2.100 Kkal perkapita per hari. GKM diwakili oleh 52 jenis komoditi makanan (ikan, daging, telur, padi, umbi-umbian, sayuran, lemak, minyak dll.)
  • Garis Kemiskinan Non Makanan disetarakan dengan kebutuhan minimum untuk kesehatan, pendidikan, perumahan yang dibagi menjadi 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Jika dilihat dari data diatas, penyumbang terbesar terhadap garis kemiskinan adalah GKM (73,41%) dibandigkan dengan GKNM (26,59%). Hal tersebut membuktikan bahwa kebanyakan penduduk miskin membelanjakan uangnya untuk membeli kebutuhan pokok makanan. Jika dilihat lebih dalam lagi, ternyata penduduk miskin paling banyak pengeluarannya untuk membeli beras, dan kemudian untuk membeli rokok.
Sebenarnya cukup miris juga, pengeluaran kedua penduduk miskin adalah rokok, rokok itu harganya mahal, dan tidak ada nilai kalorinya sama sekali. Sehingga untuk memenuhi 2.100 Kkal per kapita perhari kurang terpenuhi karena uang yang mereka peroleh untuk membeli rokok. Mungkin nanti ada kebijakan dari pemerintah, setiap penduduk miskin yang akan menerima bantuan dipersyaratkan untuk tidak merokok.
Jika dilihat dari GKNM, pengeluaran terbesar penduduk miskin ada di perumahan dan bensin baik di perkotaan maupun di perdesaan. Jadi sebenarnya penduduk miskin sekarang kebanyakan juga sudah mempunyai kendaraan bermotor, jika mungkin di desa atau kota sudah punya motor, itu bukan berarti mereka kaya ya sob, mungkin saja mereka juga tergolong atau masuk kedalam penduduk miskin.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) & Indeks Keparahan kemiskinan (P2).


sudah tahu belum apa itu Indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan? Kalau belum buka link berikut ini : https://nangkis.blogspot.co.id/2017/09/penanggulangan-kemiskinan-daerah.html

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Indeks kedalaman kemiskinan pada periode maret 2017 lebih tinggi di daerah Perdesaan dibandingkan dengan didaerah perkotaan. Hal tersebut membuktikan bahwa rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk desa terhadap garis kemiskinan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Indeks Keparahan kemiskinan pada periode maret 2017 lebih tinggi di daerah Perdesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. Hal tersebut menggambarkan bahwa penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin daerah perdesaan lebih tinggi dari pada di daerah perkotaan.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemiskinan tertinggi ada di perdesaan baik dari sisi kedalaman maupun keparahan kemiskinan yang tertinggi adalah perdesaan, Program/kegiatan pemerintah perlu difokuskan di daerah perdesaan. 

Begitulah sob, capaian kemiskinan di Jawa Tengah Periode Maret 2017. Ingat ya sob, tugas penurunan angka kemiskinan tidak hanya tugas dari Pemerintah saja, tapi tugas bagi semua umat manusia. Ingatlah ketika Rosullullah bersabda.

 اَلسَّاعِيْ عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْـمِسْكِيْنِ كَالْـمُجَاهِدِ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ

Orang yang membantu kebutuhan para janda dan orang-orang miskin kedudukannya seperti orang yang berjihad di jalan Allah.

Masih banyak lho yang perlu kita kaji disini, jangan lupa untuk follow dan selalu mengunjungi blog nangkis ya...

Terima kasih.. 😃

Sunday, September 24, 2017

KARAKTERISTIK KEMISKINAN DI JAWA TENGAH

Hai sahabat blog penanggulangan kemiskinan yang setia... cie, setia...

Untuk kali ini saya akan membahas mengenai karakteristik kemiskinan di Jawa Tengah. Sebenarnya orang-orang miskin di Jawa Tengah itu seperti apa sih? dan apa indikatornya sehingga orang tersebut dikatakan miskin. Kalau menurut BPS sih, yang dikatakan orang miskin seperti ini : https://nangkis.blogspot.co.id/2017/09/penanggulangan-kemiskinan-daerah.html lalu pada umumnya orang miskin itu seperti apa ya? penasaran kan..... yuk kita bahas bersama disini.

1. Karakteristik 1 Bekerja dengan Upah Kecil

Sumber : Data BPS 2017 diolah

Coba perhatikan gambar diatas, ternyata orang miskin itu sebagian besar statusnya bekerja lho, yaitu sekitar 81,61% dan yang tidak bekerja sebesar 18,39%. Sudah bekerja kok masih miskin? Karena pendapatan penduduk miskin yang diterima tidak mencukupi kebutuhan sob. Jadi bisa dikatakan upah mereka kecil, dan mereka tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar mereka.

Karakteristik KRT miskin tidak bekerja (Sumber : Data BPS 2017 dioalah)
Nah, dari data diatas juga dapat menggambarkan bahwa penduduk miskin yang tidak bekerja sejumlah 82,62% umur 55 tahun keatas (Tidak Produktif) dan 17,54% umur 15-54 tahun (Usia Produktif).
Dari tingkat pendidikan SD/sederajat kebawah sebanyak 89,78%, SMP/Sederajat sebanyak 4,62% dan SMA/Sederajat sebanyak 5,60%.
Dapat disimpulkan bahwa KRT miskin yang tidak bekerja kebanyakan adalah :
  1. KRT tidak produktif
  2. KRT dengan pendidikan rendah.
Nah, jadi pemerintah harus bisa memilah-milah, Program/kegiatan apa yang cocok untuk intervensi penduduk miskin yang produktif dan tidak produktif dengan tingkat pendidikan rendah.

2. Karakteristik 2 Bekerja di Sektor Pertanian

Sektor Pekerjaan KRT Miskin (Sumber : Data BPS 2017 diolah)

Coba perhatikan gambar diatas, ternyata KRT miskin kebanyakan bekerja di sektor pertanian, yaitu sebanyak 55,95% sedangkan di sektor Industri Pengolahan 9,36%, Perdagangan 10,01%, dan Konstruksi 10,50%.
Kita lihat lagi lebih detail pada sektor pertanian.

  • Petani miskin yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha sebanyak 96,69%, 
  • Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar 48,12% dan 
  • Pekerja bebas 22,62%. 
Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penduduk miskin didominasi pada sektor pertanian dengan lahan kurang dari 0,5 ha.

Jika kita lihat dari sektor non pertanian,

1. Sektor Industri Pengolahan

  • Buruh/Karyawan sebanyak 63,38%
  • Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar sebanyak 13,38.
2. Sektor perdagangan

  • Berusaha sendiri sebanyak 51,16%, 
  • Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar sebanyak 21,12%.
3. Sektor Konstruksi/Bangunan

  • Pekerja Bebas sebanyak 60,61%, 
  • Buruh/karyawan 34,22%.

dari analisis data diatas dapat disimpulkan bahwa KRT miskin yang bekerja pada sektor non pertanian adalah KRT miskin dengan status pekerjaan sebagai buruh, pedagang asongan, dan pekerja bebas non pertanian.

Nah, sekarang sudah bisa meraba-raba kan, siapa saja orang miskin tersebut. Dan tentunya kalau ingin melihat siapa saja by name by address by case bisa lihat di data mikro ya. Karena data diatas adalah data makronya.

Masih banyak lagi yang perlu kita bahas mengenai penanggulanga kemiskinan ini sob, jangan lupa follow ya...

Terima kasih... 😄